- Profil Negara Afrika Selatan
Republik Afrika Selatan atau
Uni Afrika Selatan adalah sebuah negara di Afrika bagian selatan. Afrika
Selatan bertetangga dengan Namibia, Botswana dan Zimbabwe di utara, Mozambik dan
Swaziland di timur laut. Keseluruhan negara Lesotho terletak di pedalaman
Afrika Selatan
Afrika Selatan terletak di 29 00’ S. 24 00’ T. Luas kawasannya adalah 1.219.912 km, dahulu negara ini
terkenal dengan sebutan Tanjung Harapan pertama kali ditemukan oleh pengembara
Portugis yang bernama Vasco Da Gama yang kemudian menjadi koloni Belanda sejak
tahun 1652. Pada tahun 1961 setelah Pemilu khusus kaum kulit putih, Afrika
Selatan dideklarasikan sebagai sebuah Republik yang merdeka dari Inggris.
Politik Apartheid dilanjutkan, yang menimbulkan penindasan terhadap kaum kulit
putih dan kaum kulit berwarna lainnya. Afrika Selatan merupakan negara
demokrasi konstitusional dengan sistem tiga tingkat dan institusi kehakiman
yang bebas. Trdapat tiga tingkat yaitu; nasional, wilayah dan pemerintrah lokal
yang mempunyai badan legislatif serta eksekutif dengan daerah kekuasaan
masing-masing.
- Profil Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan
Profil Pendidikan
Kewarganegaraan di Afrika Selatan berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut; 1.
Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan; 2. Landasan
dikembangkan Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan; 3. Kerangka sistemik
Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan; 4. Kurikulum dan bahan ajar
pendidikan kewarganegaraan di Afrika Selatan; dan 5. Kultur kelas pendidikan
kewarganegaraan di Afrika Selatan.
Di masa l;alu pemerintahan
Afrika Selatan bersifat sangat Rasis dengan sistem apartheid yang mendominasi
arah politik negara di segala bidang. Sistem apartheid adalah suatu upaya
dominasi kulit putih dalam percaturan politik negara, sehingga tidak memberikan
kesempatan pada kaum kulit hitam dan berwarna untuk berperan. Masyarakat Afrika
Selatan terpisah-pisah atas berbagai macam masyarakat Ras, yang juga terbagi
atas kelas Gender, etnik, bahasa, masyarakat kota dan desa, sebagaimana masyarakat
yang memiliki tanah atau yang tidak. Dalam hal pendidikan di Afrika Selatan, masa
persekolahan adalah selama tiga belas tahun atau tingkat. Namun, tahun pertama pendidikan
atau tingkat 0 dan tiga tahun terakhir yaitu dari tingkat 10 hingga tingkat 12
(juga dipanggil ”matric”) tidak diwajibkan. Kebanyakan sekolah dasar menawarkan
tingkat 0. Tetapi tingkat ini dapat juga dibuat di T, untuk memasuki
universitas seseorang wajib lulus ”amtric” minimum tiga mata pelajaran tingkat
tinggi dan bukan sekedar lulus (standar). Di bawah sistem apartheid, sistem
pendidikannya berdasarkan warna kulit yaitu kementrian yang berbeda untuk
pelajar kulit putih, berwarna, asia, dan kaum kulit nhitam di luar Bantustan. Pengasingan
ini telah menghasilkan 14 kementrian pendidikan yang berbeda di negara
tersebut.
Pemerintahan dan parlemen
dengan disusunnya undang-undang persekolahan tahun 1996 yang baru, dan muali
berlaku di awal tahun 1997 membawa demokrasi dalam reformasi pendidikan,
menyiapkan tata administrasi persekolahan yang baru, dan memilih dewan sekolah
yang baru. Kurikulum pun direformasi berdasarkan kurikulum 2005, anak-anak usia
sekolah ditahun pertama diberikan banyak dasar-dasar mengenai kewarganegaraan
dan demokras, sebagai contoh : 1. Kemampuan untuk merefleksikan keadilan, nilai
demokrasi dan rasa hormat pada kemanusiaan, dan 2. Kemampuan untuk
berpartisipasi sebagai warga negara baik lokal, propinsi, nasional dan dunia.
Kurikulum 2005 memberikan tempat bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai hal
yang sangat penting dalam pembentukan Afrika Selatan yang baru. Ide mengenai
kewarganegaraan adalah jantung dari sistem politik yang demokratis yang terdiri
atas hak dan kewajiban dalam hidup atas dasar hukum. Sistem politik dijalankan
dengan mempertahankan nilai-nilai dasar dalam masyarakat.
Ada dua hal yang diperhatikan sebagai
pijakan atas pendidikan kewarganegaraan di Afrika Selatan, yaitu :
1. Mempersiapkan warga negara untuk aktif dan
baik khususnya dalam komunitas dan masyarakat secara umum;
2. Menanamkan nilai-nilai kehidupan yang
mendahulukan kesatuan diatas perbedaan.
Hal yang menjadi obyek utama
yang harus dipelajari oleh individu sendiri adalah satu masyarakat, bangsa,
agama, atnik dan nilai-nilai yang menyatukan mereka dalam satu masyarakat yang
satu. Ini berarti setiap individu harus dapat bertoleransi satu sama lain. Dalam
rangka mencari landasan nilai dalam pendidikan ini Departemen Pendidikan
Nasional membentuk suatu kelompok kerja yang bertugas menyusun landasan nilai
pendidikan di Afrika Selatan. Daam laporannya kelompok kerja ini diberi nama
Manifesto Nilai Pendidikan dan Demokrasi merekomendasikan kesetaraan, toleransi
Multikulturalisme, keterbukaan, akuntabilitas, dan kehormatan untuk diajarkan
di semua persekolahan. Manifesti Nilai Pendidikan dan Demokrasi ini juga
menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai konstitusi untuk diajarkan, yaitu :
Demokrasi, Keadilan Sosial, Non Rasismedan kesetaraan Gender, Ubuntu (Martabat
Manusia, Masyarakat yang terbuka, Akuntabilitas/Tanggung jawab,
Salingmenghormati, Rule of Law, dan Rekonsiliasi. Berkaitan dengan hal ini
Kurikulum 2005 menggariskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan
hendaknya memiliki landasan nilai-nilai sebagai berikut :1. Kesadaran akan jati
diri bangsa, 2. Melek Politik, 3. Hak dan Kewajiban, 4. Nilai Sosial, dan 5. Kemampuan
Intelektual.
Sistem persekolahan di Afrika
Selatan terdiri atas dua macam bentuk, yaitu :
1. Pendidikan melalui persekolah Formal
(Education), pendidikan yang pertama ini dilakukan melalui suatu lembaga
persekolahan pada umumnya. Ada yang didirikan oleh negara dan ada juga oleh
Swasta.
2. Pendidikan melalui Pelatihan (Training),
pendidikan ini dilakukan melalui suatu lembaga bukan merupakan suatu lembaga
persekolahan tapi melalui suatu kegiatan pelatihan yang dilakukan seperti
pendidikan Kejar Paket A di Indonesia.
Kedua bentuk sistem
persekolahan tersebut dijalankan dalam tiga tingkatan yakni: 1. Pendidikan dan Pelatihan Umum/Dasar (General Education and
Training); 2. Pendidikan dan Pelatihan Lanjutan (Further Education and
Training); dan 3. Pendidikan dan Pelatihan Tinggi (Higher Education and
Training). Dalam pengajaran pendidikan kewarganegaraan di persekolahan terdapat
tiga fase pengajaran yaitu: 1. Fase Dasar, diajarkan selama tiga tahun yang memiliki tiga aktivitas
kegiatan pembelajaran yaitu : Kemelekan; Kemampuan dan Keterampilam hidup; 2. Fase
Lanjutan, diajarkan selama tiga tahun yang berisikan materi pendidikan
Kewargaan sebagai bagian dari seni dan kebudayaan, Orientasi hidup, dan
Pendidikan Sosial; dan 3. Fase Senior untuk kelas tujuh sampai sembilan yang
berisikan Orientasi hidup, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan sosial sebagai
bagian utama bagi pendidikan untuk demokrasi dan kewargaan. Dengan demikian
Pendidikan Kewarganegaraan secara kerangka Sistemik diajarkan dalam tingkatan
fase-fase dan hanya diberlakukan secara nasional pada tingkat pendidikan dasar
saja selanjutnya ditentukan oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Daftar
Pustaka
Sapriya, (2006) ”Warga Negara dan Teori Kewarganegaraan”,
dalam Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung:
Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.
Somantri, Numan, (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung:
Program Pascasarjana dan FPIPS-UPI dengan PT. Remaja
Rosdakarya.
Winataputra, Udin S, dan Dasim Budimansyah, (2007), “Civic Education”, Konteks, Landasan dan
Kultur Kelas, Bandung: Prodi PKn, Sekolah Pascasarjana UPI.
Worden, N, (1994), The Marking of Modern South Africa:
Conquest, Segregation and apartheid, Oxford,
Blackwell.
Thanks BEH !
BalasHapus