Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

TEORI PENGETAHUAN (EPISTIMOLOGI)

Oleh Juanda


PENDAHULUAN
Merupakan teori pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin diketahui atau dipikirkan. Epistemologi juga berarti cabang ilmu filsafat yang membahas hakikat pengetahuan.   
Epistimologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki (Bachtiar : 2004 : 148)
Kemudian muncul keraguan terhadap adanya kemungkinan itu, mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas (kaum sophis), mereka menanyakan seberapa jauh pengetahuan kita mengenai kodrat benar-benar merupakan sumbangan subjektifitas manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan mengenai kodrat sebagaimana adanya? Sikap skeptis inilah yang mengawali munculnya epistemologi.
Pengetahuan/epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan atau ilmu). Jadi pengetahuan (epistemologi) berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
The Liang Gie (1998:120) menafsirkan pengetahuan adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial maupun individu.
Menurut  Suparlan Suhartono (2008:48), pengetahuan adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia. Keberadaannya diawali dari kecendrungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Jujun S. Suriasumantri (2005:104) mendefinisikan pengetahuan dengan segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk didalamnya ilmu.
Menurut Surajiyo (2007:26), Pengetahuan adalah hasil “tahu” manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya. Atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Selanjutnya Surajiyo (2007) membagi pengetahuan dalam dua jenis :
a. Pengetahuan ilmiah; adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah.
b. Pengetahuan non-ilmiah; adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk kategori metode ilmiah.
Dari uraian diatas dapatlah dipahami bahwa pengetahuan didapat dari rasa ingin mengetahui tentang obyek tertentu kemudian yang didapat dengan dan tanpa menggunakan metode ilmiah serta dirasakan melalui pengalaman indrawi.

SUMBER POKOK PENGETAHUAN
Sepanjang sejarah manusia senantiasa dihantui oleh berbagai pertanyaan mendasar tentang diri dan kehidupannya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif coba diajukan oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang diajukan saling kontradiksi satu dengan yang lainnya. Perbedaan jawaban yang diajukan menjadikan perbedaan mendasar pada pandangan dan pola hidup (pandangan dunia dan ideology) manusia sepanjang sejarah. Salah satu perdebatan mendasar dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber dan asal usul pengetahuan.[1] Perbedaan pandangan seputar sumber dan asal-usul pengetahuan (atau lebih dikenal dengan epistemologi) inilah yang kemudian menjadi dasar pemicu perbedaan pandangan dunia dan ideology manusia.[2]
Kemudian perdebatan lainnya adalah persoalan sumber-sumber dan asal usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan itu, ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini : Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kemampuan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan konsep-konsep (notions) yang muncul sejak dini? Dan apakah sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan itu.

KONSEPSI dan SUMBER POKOKNYA
Dalam perjalanan sejarah  filsafat, permasalahan itu telah menghasilkan beberapa pemecahan yang terangkum dalam teori-teori berikut :
1.                  Teori Plato tentang pengingatan kembali
Teori Plato tentang pengingatan kembali adalah teori yang berpendapat bahwa pengetahuan  adalah fungsi mengingat kemabli informasi-informasi yang telah lebih dulu diperoleh. Ia mendasarkan nya pada filsafat tertentunya tentang alam ide dan keazalian jiwa. Plato yakin bahwa jiwa manusia ada dalam bentuk berdiri sendiri, terlepas dari badan, sebelum badan itu ada.
Teori ini berdasarkan atas dua proposisi berikut : pertama, bahwa jiwa sudah ada sebelum adanya badan di alam yang lebih tinggi dari pada alam materi. Kedua, bahwa pengetahuan rasional tidak lain adalah pengetahuan tentang realitas-realitas yang tetap dialam yang lebih tinggi, yang oleh plato disebut dengan archetypes.
2.                  Teori Rasional
Teori rasional adalah teori para filosof eropa seperti Descrates (1596-1650) dan Immanuel Kant (1724-1804), dan lain-lain. Teori-teori tersebut terangkum dalam kepercayaan adanya dua sumber bagi konsepsi. Pertama, penginderaan (sensasi). Kedua, adalah fithrah, dalam arti bahwa akal manusia memiliki pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari indera. Tetapi ia sudah ada (tetap) dalam lubuk fitrah.
Para kaum rasionalis tidak dapat dapat menjelaskan alasanya munculnya sejumlah gagasan dan konsepsi dari indera, karena memang ia bukan konsepsi-konsepsi indrawi. Maka ia harus digali secara esensial dari lubuk jiwa. Untuk itu, kita dapat membantah teori itu melalui dua cara.
Pertama, menganalisa pengetahuan sedemikian sehingga dapat menisbahkan semuanya itu kepada indera dan merumuskan pemahaman mengenai cara munculnya konsepsi-konsepsi dari indera. Analisis seperti ini akan membuat teori tentang ide fitri tak  beralasan sama sekali, karena ia berdasarkan pemisahan total beberapa ide dari wilayah alam indera. 
Cara kedua, adalah metode filosofis untuk menolak (pandangan mengenai) konsepsi-konsepsi fitri. Ia berdasarkan atas kaidah yang menyatakan bahwa suatu kebergandaan efek tidak mungkin efek tidak mungkin keluar dari sesuatu yang sederhana.
3.                  Teori Empirikal
Teori emperikal mengatakan bahwa penginderaan adalah satu-satunya yang membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan, dan (bahwa potensi mental akal budi) adalah potensi yang mencerminkan dalam berbagai persepsi inderawi.  Akal budi, berdasarkan teori adalah, hanyalah mengelola konsepsi-konsepsi gagasan-gagasan inderawi.
4.                  Teori Disposesi
Teori ini, secara umum, adalah teori para filosof muslim. Ia terangkum dalam pembagian konsepsi-konsepsi  mental menjadi dua bagian : Konsepsi-konsepsi primer dan konsepsi sekunder.
Konsepsi-konsepsi primer adalah dasar konseptual bagi akal manusia. Ini lahir dari persepsi  secara langsung terhadap kandungan-kandungannya. Kita mengkonsepsi panas karena kita mempersepsinya dengan perabaan, mengkonsepsi warna karena kita mempersepsikannya dengan penglihatan. Dari ide-ide itu, terbentuklah kaidah pertama (primer) bagi konsepsi. Dan berdasarkan kaidah itu, akal memunculkan konsepsi-konsepsi sekunder (turunan)
TASHDIQ DAN SUMBER POKOKNYA
            Beberapa aliran filsafat mencoba menjawab persoalan tersebut yaitu sebagai berikut :
1.                     Doktrin Rasional
Dalam kaum rasionalis, pengetahuan manusia terbagi menjadi dua. Pertama, pengetahuan yang mesti, atau intuitif. Maksud kemestian ialah bahwa akal mesti mengakui suatu proposisi tertentu tanpa mencari dalil atau bukti kebenarannya. Kedua , informasi dan pengetahuan teoritis. Akal tidak akan mempercayai kebenaran beberapa proposisi, kecuali dengan pengetahuan-pengetahuan pendahulu. Penilaian atas proposisi-proposisi tersebut bergantung pada proses pemikiran dan penggalian kebenaran dari kebenaran-kebenaran yang lebih dahulu dan lebih pasti darinya.

2.                     Doktrin Emperikal
Teori emperikal berpendapat bahwa pengalaman adalah sumber pertama semua pengetahuan manusia. Karena itu, jika manusia tidak memiliki pengalaman dalam segala bentuknya, ia tidak akan mengetahui realitas apa pun-bagaimanapun terangnya realitas itu. Ini menunjukkan bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan. Kaum empiris tidak mengakui adanya pengetahuan rasional yang mendahului pengalaman. Mereka menganggap pengalaman sebagai asas satu-satunya untuk mendapatkan penilaian yang benar , dan sebagai criteria umum dalam setiap bidang. Manusia tidak memiliki penilaian yang pengukuhannya terlepas dari pengalaman. Hal itu menimbulkan berikut ini
Pertama, pembatasan daya pikir manusia oleh batas-batas wilayah empirikal, sehingga setiap pembahasan atau studi masalah-masalah metafisika adalah sia-sia. (berbeda sekali dengan dokrin rasional). Kedua, perjalanan pikiran manusia itu sama sekali berbeda dengan yang diyakini oleh doktrin rasional. Kalau doktrin rasional percaya bahwa berpikir itu selalu dari yang umum ke yang khusus, maka kaum empiris percaya bahwa berpikir itu dari khusus ke yang umum.
MARXISME dan PENGALAMAN
Doktrin emperikal yang telah kita kemukakan di atas adalah itu berlaku untuk dua pendapat dalam persoalan pengetahuan. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa semua pengetahuan  telah sempurna pada tahap awalnya, yaitu pada tahap penginderaan dan pengalaman sederhana. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa ada dua langkah bagi pengetahuan: langkah emperikal dan langkah mental, yaitu aplikasi dan teori, atau tahap pengalaman dan tahap pengertian dan penyimpulan. Jadi, titik tolak pengetahuan adalah indera dan pengalaman.
Marxisme menyatakan bahwa teori tidak mungkin terpisah dari apliaksi : adalah penting, dengan demikian, bahwa kita harus memahami arti kesatuan teori dan aplikasi. Artinya, orang yang mengabaikan teori akan menganut filsafat aplikasi.
PENGALAMAN INDERAWI dan BANGUNAN FILSAFAT
Kontradiksi yang tajam itu antara doktrin rasional dan emperikal bukan hanya dalam batas-batas teori pengetahuan saja. Pengaruhnya yang membahayakan bahkan menjangkau ke segenap bangunan filsafat. Sebab, nasib filsafat sebagai bangunan yang tak bergantung pada ilmu-ilmu alam dan empirical itu sangat berhubungan dengan metode menghilangkan kontradiksi tersebut antara doktrin rasional dan empirikal.
Filsafat tetap menguasai bidang intelektual manusia sampai eksprimen mulai unjuk diri dan ,memainkan perannya dalam banyak bidang dengan berangkat dari yang particular ke yang universal, dari subjek-subjek eksprimen ke hokum-hukum yang lebih umum dan lebih menyeluruh. Karenanya, filsafat menjadi menyusut dan terbatas pada bidang pokoknya, dan membuka jalan bagi lawannya –ilmu pengetahuan-untuk aktif di  bidang-bidang lain. Dengan begitu, terpisahlah ilmu pengetahuan dari filsafat
ALIRAN POSITIVIS dalam FILSAFAT
Positvisme lahir dan berkembang di bawah naungan empirisme. Materialisme positivis, karena itu, menyerang mati-matian filsafat dan subjek-subjek metafisikanya. Materialisme positivis tidak hanya menyerang filsafat metafisika dengan tuduhan-tuduhan seperti biasanya dilontarkan oleh pendukung-pendukung doktrin empirikal. Ia tidak hanya mengatakan bahwa proposisi-proposisi filsafat itu tidak bermanfaat bagi kehidupan praktis dan tidak dapat dibuktikan dengan metode ilmiah.
Kita dapat meringkaskan sifat-sifat yang dikaitkan oleh aliran positivis kepada proposisi-proposisi filosofis :
1.      Tidak mungkin mengukuhkan proposisi filsafat, sebab subjek-subjek yang dikajinya berada di luar batas-batas eksprimen dan pengalaman manusia
2.      Kita tidak mungkin menggambarkan kondisi, yang jika dimiliki, maka proposisi itu benar, dan kalau tidak, maka proposisi itu salah sebab tidak terdapat perbedaan dalam konsep aktualitas apakah proposisi filosofis itu benar atau salah.
3.      Karena itu, proposisi filosofis tidak bermakna, karena ia tidak memberikan informasi tentang alam
4.      Berdasarkan itu semua, tidak dibenarkan untuk melukiskan proposisi filosofis sebagai benar atau salah.

MARXISME dan FILSAFAT
Sikap Marxisme mengenai filsafat secara esensial mirip dengan sikap positivisme. Marxisme menolak sepenuhnya filsafat yang lebih tinggi yang dikenakan pada ilmu-ilmu pengetahuan, dan tidak muncul dari ilmu-ilmu pengetahuan itu. Sebab, Marxisme, baik dalam pandangan maupun metode berpikirnya, adalah empirikal. Karena itu, adalah wajar jika marxisme tidak memberikan tempat bagi metafisika dalam pembahasan-pembahasannya. Dan karena itu, ia memerlukan filsafat ilmiah, yaitu materialisme dialektis, dan mengklaim bahwa filsafat itu  berdasarkan ilmu-ilmu alam dan menjadi kuat berkat perkembangan ilmiah dalam berbagai bidang
ANALISIS dan KOMENTAR
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Dalam pengertian lain, Pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Daftar Pustaka

Ash-Shadr, M.B. 1995. Falsafatuna, Bandung : Mizan

Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Suhartono Suparlan. (2008). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar ruzz Media.
Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Suatu Pengantar. Jakarta :
            Bumi Aksara.
Suriasumantri Jujun S. 2005 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
            Harapan.
The Liang Gie. (1998). Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta : Pusat Belajar Ilmu Berguna.

1 komentar: