Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

NILAI PENGETAHUAN (AXIOLOGI)


Oleh Juanda *
 
Pendahuluan
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.

Aksiologi berasal dari kata axios (bahasa yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori / ilmu. Jadi, aksiologi adalah “ teori tentang nilai” (Salam : 1997 : 168).
Istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama.
Kini, kita bicarakan  pengetahuan dari sudut pandang lain agar kita dapat mendefenisikan nilai objektifnya dan sejauh mana ia dapat mengungkapkan realitas  (kebenaran). Karena  itu, pertama-tama kita harus rnempertanyakan  apakah jalan  tersebut dapat benar-benar  membawa  kepada tujuan, dan apakah manusia mampu menangkap realitas objektif dengan  pengetahuan dan kapasitas-kapasitas  pikirannya.  Dalam  hal ini, filsafat  Marxisme percaya akan kemungkinan mengetahui  alam dan akan  kemampuan  pikiran manusia untuk mengungkapkan realitas-realitas  objektif.  ia menolak skeptisisme dan sofisme  (sophistry).
Idealisme mengingkari  kemungkinan mengetahui alam dan hukum-hukumnya, tidak melihat nilai pengetahuan kita, yang tidak  mengakui  adanya realitas objektif, menganggap  bahwa alam  itu penuh dengan benda-benda yang berdiri sendiri  dan  bahwa ilmu selamanya  tidak akan mengetahui alam tersebut. materialisme filosofis  Marxis berdiri di atas  prinsip yang mengatakan bahwa adalah  mungkin  untuk benar-benar mengetahui  alam dan hukum-hukumnya. Pengetahuan  kita tentang  hukum-hukurn alam, yang merupakan pengetahuan yang dicapai  melalui praktek dan pengalaman indera adalah pengetahuan  yang  memiliki nilai dan  menuNjukkan  realitas objektif..
Pandangan (Para Filosof) Yunani
Tokoh-tokoh ini mengingkari alam berdasarkan ambiguitas-ambiguitas dan silogisme-silogisme tersebut  dengan  menolak segala  prinsip pemikiran manusia dan proposisi-proposisi terinderai  dan  intuitif.
Sofisme terus mengungkapkan dalarn berbagai cara,  untuk beberapa lama, ketak peduliannya  terhadap  filsafat dan ilmu, sampai  akhirnya muncullah Socrates,  Plato dan Aristoteles  yang  bersikap anti sekali terhadap sofisme. Aristoteles menggariskan logika terkenalnya untuk menemukan kesalahan sofisme dan untuk mengorganisasikan pikiran manusia.
Untuk beberapa abad padamlah api skeptisisme, sampai pada abad ke 16 ketika ilmu-ilmu alam bangkit dan menemukan realitas-realitas yang tak pernah dibayangkan sebelumnya terutama dalam bidang astionomi dan tatanan umum alam semesta.
Rene Descartes (1596-1650)
Descartes mengecualikan satu kebenaran yang tidak dapat diguncangkan badai skeptisisme, yaitu pikirannya, yang adalah realitas aktual yang tidak dapat diragukan lagi. Artinya, berpikir adalah suatu kebenaran yang pasti, bagaimanapun yaitu apakah persoalan pikiran manusia merupakan persoalan penipuan dan penyesatan, atau persoalan pemahaman dan pemastian. Realitas tersebut merupakan asas filsafat Descartes dan titik tolak bagi keyakinan filosofis. Melalui realitas ini Descartes berusaha keluar dari konsepsi menuju eksistensi. dan dari subjektivitas  ke objektivitas. Bahkan, melalui  realitas tersebut  ia berusaha membuktikan  subjek dan objek sekaligus. Ia lantas memulai dengan dirinya sendiri, dan membuktikan eksistensi dirinya itu dengal realitas tersebut  dengan  mengatakan, "Aku berpikir, maka aku ada
John Locke (1692- 1704)
Seperti telah kita ketahui, John Locke adalah tokoh teori empirikal. Pendapatnya dalam teori pengetahuan adalah bahwa pengetahuan itu terbagi sebagai berikut: (1). Pengetahuan Intiutif. (2). Pengetahuan Reflektif, (3).Pengetahuan yang merupakan hasil dari pengetahuan emperikal atas suatu objek yang sudah diketahui.
Locke yakin bahwa pengetahuan intuitif adalah pengetahuan hakiki yang mempunyai nilai filosofis yang sempurna. Karena itu, kesimpulan alaminya adalah skeptis mutlak terhadap nilai setiap pengetahuan manusial sebab, pada esensi dan realitas dasarnya, pengetahuan itu hanyalah persepsi inderawi yang didapat dengan pengalaman lahir atau batin. Sementara itu John Locke memulai upaya pemikiran filosofisnya dengan menghindari pikiran-pikiran fitri, dan percaya pada dominasi indera atas semua pengetahuan.
Kaum Idealis
Idealisme memainkan peran pertamanya dalam tradisi filsafat ditangan Plato, yang mengemukakan teori tertentu tentang akal dan pengetahuan manusia. Teori itu dikenal dengan nama teori bentuk-bentuk platonik” . Plato adalah seorang idealis. Tetapi idealis plato tidak berarti menginderai realitas-realitas terinderai, tidak pula berarti melepaskan pengetahuan emperikal dari realitas-realitas objektif yang tidak bergantung pada wilayah konseps dan pengetahuan.
Dalam sejarah modern, idealisme mengambil arti yang lain sama sekali dengan arti yang disebutkan di atas. Kalau idealisme Platonik sangat menekankan realitas objektif pengetahuan rasional dan empirikal sekaligus, maka idealisme dalam coraknya yang modern merupakan upaya untuk mengguncangkan asas realitas objektif dan memproklamasikan doktrin baru tentang teori pengetahuan manusia, yang melaluinya ia dapat menghapus nilai filosofis pengetahuan. Paham idealis baru inilah yang kita pelajari dan kita coba diskusikan dalam pembahasan ini. Paham itu memiliki beberapa corak dan bentuk. Beberapa penulis buku-buku filsafat malah menganggap idealisme sebagai suatu gambaran setiap filsafat yang bertopang pada skeptisisme, yang mengandung usaha menjauhkan sisi objektif sesuatu dari kerangka pengetahuan manusia,
Idealisme Filosofis
Pendiri idealisme filosofis adalah George Berkeley (1085-1753) yang dianggap sebagai Bapak Idealisme Modern. Menurutnya manusia tentu dapat keluar dari yang konseptual ke yang objektif dengan menggunakan pengetahuan tashdiq berkat Idealisme filosofis dapat disimpulkan bahwa realisme berdasarkan pada dua prinsip: (1) pengakuan pengungkapan  esensial pengetahuan  tashdiq; {2) pengakuan  adanya prinsip dasar bagr pengetahuan manusia yang kebenarannya  niscaya dijamin,   
Pendukung Skeptisisme Modern
Skeptisisme modern ini yakin bahwa manusia tak dapat memberikan penilaian apa pun atas segala sesuatu. Skeptisisme modern berkembang  dalam  kondisi yang  mirip dengan  kondisi yang mengitari  skeptisisme lama ini dan yang membantu pertumbuhannya.
Skeptisisme modern bertumpu pada hal-hal yang  menganalisis  pengetahuan  yang mengarah kepada skeptisisme, menurut klaim-klaim  pendukung-pendukungnya- David Hume, tokoh filsafat  skeptisisme karena pengaruh filsafat  Berkeley, berpendapat  bahwa  kepastian tentang nilai objektif pengetabtran manusia merupakan  masalah yang  tak terjangkau.  Sarana pengetahuan  manusia adalah  kognisi atau pikiran, dan tak sesuatu pun yang dapat ada pada akal pikiran  itu selain  pengetahuan.
Kaum Relativis
Relatifisme dianggap sebagai salah satu, doktrin yang menyatakan adanya realitas dan kemungkinan pengetahuan manusia. Tapi pengetahuan atau realitas ini, yang dapat diperoleh pikiran manusia, adalah Pengetahuan nisbi dan realitas nisbi, dalam arti ia bukan realitas yang bebas dari pengikatan subjektif atau realitas mutlak. Ia adalah gabungan sisi objektif sesuatu dan sisi subjektif pikiran yang mengetahui. Karenanya realitas objektif dalam pikiran tidak mungkin dipisahkan dari sisi subjektif, dan tidak bebas dari tambahan tertentu darl luar.
Relativisme  Kant
Pertama-tama harus diketahui bahwa penilaian  rasional,  menurut Kant, ada dua: Pertama,  penilaian analitik. Yaitu  penilaian yang dipakai akal untuk menjelaskan  saja,  seperti ucapan kita: "Benda padat itu memuai, dan segrtiga  memiliki, tiga  sisi.
Kedua, penilaian sintetik, yaitu suatu penilaian  yang  predikatnya menambahkan         sesuatu yang baru kepada subjek  itu- Seperti  ucapan kita: "Benda-benda  itu berat, panas memuaikan  partikel-partikel jasadi dan 2 + 2 = 4".
Relativisme  Subjektif
Setelah Kant, datanglah  kaum relativis subjektif.  Mereka adalah orang-orang yang yakin pada watak relatif dalam  setiap yang tampak benar  bagi manusia menurut peranan  akal setiap  individu dalam  mencari kebenaran  itu. Jadi, dalam konsep baru ini, kebenaran  hanyalah sesuatu yang diniscayakan  oleh kondisi-kondisi dan situasi-situasi   untuk mengetahui.
Behaviorisme
Behaviourisme  adalah  salah satu aliran terkenal dalam  ilmu jiwa yang  berorientasi materialistik.  Ia disebut behaviorisme karena menempatkan  tingkah  laku makhluk hidup dan gerak-gerik jasmaniahnya, yang dapat ditundukkan kepada obsemasi  ilmiah dan eksperimen,  sebagai subjek  ilmu jiwa.
Freud
Dokrin psikoanalisis  Freud merekam kesimpulan-kesimpulan yang sama  dengan yang  diperoleh  behaviourisme yang berhubungan dengan teori pengetahuan.     Meskipun doktrin  Freud tidak mengingkari pikiran, tetapi ia membagi  pikiran  menjadi dua kelompok.  Pertama, unsur-unsur sadar, yaitu sekumpulan  ide, emosi dan-keinginan  yang kita rasakan didalam diri kita. Kedua, unsur-unsur  bawah sadar pikiran, yakni selera dan instink yang tersembunyr  di balik kesadaran  kita.
Materialisme   Historis
Materialisme historis menghubungkan pengetahuan  manusia secara umum dengan kondisi ekonomi,  karena pengetahuan  adalah  bagian dari struktur masyarakat yang semuanya  bergantung pada faktor ekonomi.  Karena itu, kita dapati ia menyatakan  bahwa pengetahuan manusia bukanlah lahir dad aktivitas  fungsional  otak saja. Tetapi  sebab  utamanya adalah keadaan ekonomi.

Analisa dan Komentar
Permasalahan yang utama dalam aksiologi adalah mengenai nilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalah etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Dihadapkan dengan masalah nilai moral dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berdaskan nilai-nilai moral. Dari dua pendapat golongan di atas, kelihatannya netralitas ilmu terletak pada epistemologinya saja, artinya tanpa berpihak kepada siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang momok yang paling menakutkan.
Oleh karena itu, solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai adalah harus ada transendensi bahwa ilmu pengetahuan terbuka pada konteknya, dan agamalah yang menjadi konteks itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar manusia sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan “melulu” pada kemudahan-kemudahan material duniawi. M. Saekhan Muchith mencontohkan bahwa dari proses penurunan ayat-ayat Al Quran tentang hukum lebih banyak diturunkan di Madinah yang relatif sudah ada perkembangan peradabannya. Ini berarti mengandung makna bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan peradaban manusia harus segera diikuti dengan aturan atau hukum yang bisa menjamin rasa keadilan masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa solusi yang diberikan Al Quran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat.

  * Mahasiswa Pascasarjana UPI Prodi PKn

Daftar Pustaka

Ash-Shadr, M.B. 1995. Falsafatuna, Bandung : Mizan

Salam, Burhanuddin. 2003.Pengantar Filsafat, Jakarta: Bina Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar