Pendahuluan
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Kelahiran
filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan
mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perubahan dari pola pikir mitos-mitos ke rasio membawa implikasi
yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti
kemudian didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan
yang terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri.
I. Ke Arah Pemikiran Filsafat
1. Ilmu dan Filsafat
Bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang
arif bijaksana, ”bagaimana caranya agar saya mendapat pengetahuan yang benar?.
”mudah saja”, jawab filsuf itu,” ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah
apa yang kau tidak tahu”.
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu,
kapastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan
kedua-duanya. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan
pernah kita ketahui apa yang telah kita ketahui dalam kemestaan yang seakan tak
terbatas ini.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena
dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih
cepat dan lebih mudah. Filsafat dianggap sebagai ratu ilmu pengetahuan, [1]
Apakah yang sebenarnya ditelaah filsafat?
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia
menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia,
mempersoalkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, diapun mulai
merambah pertanyaan lainnya. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup
tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut dengan salah
(logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika) dan apa
yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini
kemudian berkembang luas hingga saat ini yang melahirkan berbagai cabang kajian
filsafat yang kita jumpai seperti filsafat politik, pendidikan dan agama.
Dalam bentuk kontemporer filsafat ilmu kemudian menjadi suatu topik
bagi analisis dan diskusi eksplisit yang setara dengan cabang-cabang filsafat
lainnya yaitu: etika, logika, dan epistemologi (teori pengetahuan). Sebagai
suatu disiplin, filsafat ilmu berusaha untuk menjelaskan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu prosedur-posedur pengamaatan,
pola argument, metode penyajian dan penghitungan, praandaian-praandaian
metafisik dan seterusnya. Kemudian mengevaluasi dasar-dasar validitasnya
bedasarkan sudut pandang logika formal, metodologi praktis dan metafisika[2]
II. Dasar-dasar Pengetahuan
2. Penalaran. Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya
merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan
tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan
dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu: merupakan suatu proses
berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir
menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik
dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka
berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika penalaran yang
bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah berdasarkan
langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada
penalaran seperti perasaan dan intuisi.
3. Logika. Penalaran merupakan proses berpikir
yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran
itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan
suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan
kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan
ini disebut dengan logika.
4. Sumber Pengetahuan. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. pertama,
mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta. Disamping
itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa
melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat
pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya.
5. Kriteria Kebenaran, teori
korespondensi: benar jika meteri pengetahuan yang terkandung di pernyataan
berhubungan dengan objek yang dituju dalam pernyataan. Teori pragmatis:
kebenaran diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis.
III. Ontologi: Hakikat Apa Yang dikaji.
6. Metafisika, tapsiran
yang paling pertama diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah terdapat
ujud yang bersifat gaib
(supernatural) yang memiliki kuasa lebih dibandingkan dengan alam yang nyata.
Paham supernatural ditolak oleh paham naturalisme, materialisme yang merupakan
paham berdasarkan naturalisme ini menyatakan bahwa gejala alam tidak disebabkan
oleh pengaruh kekuatan gaib melainkan
oleh kekautan yang terkandung dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari
hingga dapat diketahui. Pada hakikatnya ilmu tidak biasa lepas dari metafisika,
namun seberapa kaitannya itu tergantung kita. Ilmu merupakan pengetahuan yang
mencoba menafsirkan alam ini denga apa adanya, sehingga kita tidak dapat
melepaskan diri dari masalah yang ada di dalamnya.
7. Asumsi, merupakan
dugaan-dugaan sementara yang belum jelas kebenarannya, karena belum ada fakta
pendukung yang valid. Ilmu sebagai
pengetahuan yang berfungsi membantu dalam memecahkan masalah praktis
sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti halnya agam. Walaupun demikian sampai tahap tertentu
ilmu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi.
8. Peluang, jadi
berdasarkan teori-teori keilmuan, saya tidak akan pernah mendapatkan hal yang
pasti mengenai suatu kejadian, tanya seorang awam kepada seorang ilmuan. Tidak
seperti itu kata ilmuan tersebut, hanya kesimpulan yang probabilistik.
9. Beberapa Asumsi Dalam Ilmu. Seorang ilmuan harus benar-benar mengenal asumsi yang digunakan dalam analisis
keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berbeda pula konsep
pemikiran yang dipergunakan. Sering kita jumpai bahwa asumsi yang melandasi
suatu kejadian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat. Asumsi yang
tersirat ini terkadang menyesatkan, sebab selalu mendapat kemungkinan bahwa
kita berbeda penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu
maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik digunakan asumsi yang tegas.
10. Batas-batas Penjelajahan Ilmu, ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman
manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari sebab
musabab kejadian terciptanya manusia?. Jawabannya tidak. Karena diluar
penjelajahan ilmu.
IV. Epistemologi: Cara Mendapatkan Pengetahuan.
11. Jarum Sejarah Pengetahuan, pendekatan interdisipliner merupakan sebuah keharursan, dengan tidak
mengaburkan otonomi masing-masing disiplin keilmuan yang berkembang berdasarkan
routenya. Melainkan menciptakan
paradigma. Paradigma ini mrupakan bukan ilmu melainkan berpikir ilmiah seperti
logika, bukan merupakan fusi antara berbagai disiplin ilmu yang akan
menimbulkann anarki keilmuan, melainkan suatu federasi dengan diikat pada
pendekatan tertentu yang dengan otonominya saling menyumbangkan analisisnya
dalam mengkaji objek yang menjadi telaah secara berasama.
12. Pengetahuan,
pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu, sehingga pengetahuan merupakan
bagian pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan sumber
jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Untuk itu muncul
pertanyaan Bagaimana cara kita menyusun pengetahuan dengan benar?. Masalah ini dalam filsafat disebut
epistemologi dan landasan epistemologi adalah metode ilmiah yaitu cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.
13. Metode Ilmiah, merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu didapat
dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu. Syarat
yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa
yang dinamakan dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai
cara bekerjanya pikiran, sehingga pengetahuan yang dihasilkan mempunyai
karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat
rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusun merupakan
pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh
pengetahuannya. Adapun
tahapan dalam kegiatan ilmiah, yaitu: perumusan
masalah, penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis dan merumuskan
hipotesis, penarikan kesimpulan.
V. Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dam
statistika.
16. Bahasa
Keunikan manusia sebenarnya bukan terletak pada
kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasanya. Tanpa
bahasa maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin
dilakukan, tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak menungkin mengembangkan
kebudayaannya, selanjutnya tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kepada
orang lain. Jika kita berbicara maka hakikat informasi yang kita sampaikan
mengandung unsur emotif, demikian jika kita menyampaikan perasaan maka ekspresi
itu mengandung unsur informatif. Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan dan sikap
17. Matematika
Merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika
bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif.
VI. Aksiologi : Nilai Kegunaan
18. Ilmu dan Moral
Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai
kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita?
Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral
mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka
makin pandai pula kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka dalam tahap
manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan
ilmiah. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari
objek yang di telaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Sokrates minum racun, John Huss dibakar sebagai contoh betapa ilmuan memiliki
landasan moral, jika tidak ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi
intelektual.
19. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
Seorang ilmuan mempunyai tanggung
jawab sosial di bahunya. Bukan saja karena ia
adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung
dengan di masyarakat yang yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi
tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia. Sampai ikut bertanggung jawab
agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap
sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang
dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu
sendiri netraldan para ilmuanlah yang memberikannya nilai.
20.
Nuklir dan Pilihan Moral
Seorang ilmuan secara moral tidak
akam membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain
meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuan tidak
boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan. Pilihan moral memang terkadang getir sebab
tidak bersifat hitam di atas putih. Seperti halnya yang terjadi pada Albert Einstein
diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah negaranya. Seorang ilmuan
tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga bentuknya dari
masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari
penemuannya itu. Seorang ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika
hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh
preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan
fakta-fakta pengujian.
Analisis
dan Komentar
Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan
persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal
saja, tidak mudah melihat persoalan-persoaln, apalagi melihat pemecahannya.
Dalam filsafat kita dilatih melihat lalu apa yang menjadi persoalan, dan ini
merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya
Filsafat ilmu sebagai sarana
pengujian penalaran ilmiah sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan
ilmiah. Maknanya seorang ilmuwan harus memilki sikap kritis terhadap bidang
ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipistik, yakni
menggap hanya pendapatnya yang paling benar
Dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu
meliputi tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistemologi, dan dimensi
aksiologi. Ketiganya merupakan cakupan yang meliputi dari
keseluruhan–keseluruhan pemikiran kefilsafatan. Dimensi yang pertama, membahas
dan mengetahui tentang asas-asas rasional dari yang – ada, mengetahui
esensi dari yang ada. Dimensi epistemologi
menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Sedangkan
dimensi aksiologi berusaha mengetahui hubungan antara ilmu dan etika yang
mempertanyakan mengenai nilai-nilai yang dijadikan sebagai kunci keputusan dan
tindakan manusia. terhadap ketiga dimensi di atas sangat penting, karena
merupakan pokok pemahaman dari kerangka pemikiran filsafati.
Buku ini sangat bagus dibaca agar mahasiswa berpikir ilmiah yang
dimanifestasikan pada kemampuan eksplanasi, analisis, agrumentasi, kritik,
berfikir yang reflektif yang logis dan peka terhadap fenomena yang dihadapi
dengan yang dilandasi oleh kombinasi multiple
intelligensi.
Daftar Pustaka
Suriasumantri, Jujun S.
2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
1.Dikutip
dalam syam,M.N,2006:filsafat ilmu,malang,FIP UM hlm 8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar