Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

PRINSIP KUASALITAS

Oleh Juanda*


PENDAHULUAN
Pada zaman modern sampai saat ini, pandangan, pemikiran dan pengetahuan manusia tentang kausalitas menjadi salah satu faktor dasar penentu perkembangan kemajuan sains dan teknologi. Ditangan sains dan teknologi, perdebatan tentang kausalitas menjadi bersifat materialistik dan dialektik. Kausalitas menjadi sebatas objektivitas persepsi inderawi yang bersifat mekanik dan statis.
Karena itu, kausalitas kehilangan aspek spiritual atau ke-Tuhan-annya. Faktor perkembangan ini menyebabkan pendangkalan dan penyelewengan dalam kesadaran bahwa kausalitas adalah bagian dari hukum-hukum kekuasaan Tuhan menjadi lingkaran sempit sekularitas dunia inderawi manusia modern. Penyelewengan ini pulalah yang menyebabkan terperangkapnya manusia modern dalam berbagai penderitaan psikis dan spiritual yang berujung pada kerusakan lingkungan dan alam.
Segera muncul pemikir-pemikir, khususnya di kalangan Islam, yang mengkritik secara tajam pandangan materialistik dan dialektik dalam sains modern tersebut terhadap prinsip kausalitas. Dalam buku inilah dijumpai urgensi pemikiran seorang Muhammad Baqir Ash – Shadr. Secara khusus dalam pemikiran dan karya-karyanya, ia mengarahkan kiritk terhadap kepicikan pandangan sains modern tersebut, tetapi secara strategis memberi warna dan pembaharuan tertentu paham keagamaan Islam kontemporer dengan penekanan pada pentingnya logika, perlunya kausalitas dan peran pemikiran filosofis dan teologis dalam menundukkan kekacauan sekularisme dan agnotisisme.

Pemikiran Filsafat Muhammad Baqi Ash-Shadar tentang kausalitas yaitu sebagai berikut :
KAUSALITAS DAN OBJEKTIVITAS PEMBUKTIAN PERSEPSI INDRAWI
Menurut Ash Shadr pertama, persepsi indrawi tidak mengungkapkan adanya realitas objektif. Karena ia adalah konsepsi dan bukan tugas konsepsi untuk memberikan jawaban yang benar, kedua, mengetahui adanya realita alam secara global adalah suatu ketetapan yang niscaya lagi primer yang tidak membutuhkan bukti yakni tidak perlu tahu terlebih dahulu. Dan inilah yang memisahkan antara idealisme dan realisme. Ketiga, Mengetahui suatu realitas objektif persepsi indrawi ini dan itu dapat terjadi dengan berdasarkan prinsip kausalitas.
KAUSALITAS DAN TEORI-TEORI ILMIAH
Teori-teori ilmiah, dalam berbagai lapangan eksperimen dan observasinal, menurut Ash Shadr secara umum pada dasarnya bergantung pada prinsip-prinsip dasar hukum kausalitas. Ada beberapa bentuk hukum kausalitas diantaranya:
1.      Prinsip kausalitas yang menyatakan bahwa setiap peristiwa mempunyai sebab.
2.      Hukum keniscayaan yang menyatakan bahwa setiap sebab niscaya melahirkan akibat alamiahnya dan bahwa tidak mungkin akibat terpisah dari sebabnya.
3.      hukum keselarasan antara sebab dan akibat yang menyatakan bahwa setiap himpunan alam yang secara esensial mesti selaras, mesti pula selaras dengan sebab dan akibatnya.
            Dalam ketiga komponen teori ilmiah dan kausalitas ini menurut Sadr tidak bisa dipisahkan karena sangat erat kaitannya satu sama lain. dalam mengungkapkan teori ilmiah yang berhubungan dengan eksperimen ilmu pengetahuan alam, karena para ilmuan menafikan adanya sebuah kebetulan dan hanya mempercayai hukum sebab akibat yang sangat mendukung argumentasi mereka secara general. Oleh karena itu ilmu pengetahuan secara umum menganggap prinsip kausalitas dan kedua hukumnya berkaitan erat yaitu berupa hukum keniscayaan dan hukum keselarasan. Dan dapat diterima sebagai kebenaran-kebenaran yang secara mendasar dan menerimanya sebelum teori dan hukum eksperimental terhadap ilmu-ilmu pengetahuan.

KAUSALITAS DAN INFERENSIA
Ketika kita ingin memberikan sebuah pembuktian terhadap suatu eksperimen, menurut Shadr baik dengan cara filsafat maupun melalui teori empiris pada dasarnya kita hanya berusaha agar bukti tersebut menjadi sebab diketahuinya suatu kebenaran itu. kalau tidak dengan prinsip kausalitas itu, tentulah kita tidak mendapatkan hal ini. jadi setiap pemaparan sangat bergantung pada diterimanya prinsip kausalitas. Bahkan penolakan terhadap prinsip kausalitas yang telah di utarakan oleh para filosof dan ilmuan juga berdasarkan prinsip kausalitas.



MEKANIKA DAN DINAMIKA
Dari uraian diatas sadr menyimpulkan bahwa :
1.      Menurutnya prinsip kausalitas tidak mungkin dibuktikan dan dipaparkan secara empirik. Karena indra tidak mendapatkan sifat objektif.
2.      Prinsip kausalitas bukanlah teori ilmiah eksperimental, tetapi ia adalah hukum filsafat rasional di atas eksperimen. Karena semua teori ilmiah tergantung pada prinsip kausalitas.
3.      Prinsip kausalitas tidak mungkin ditolak dengan hujah apapun karena setiap usaha seperti ini justru menyebabkan pengakuan tehadap prinsip kausalitas ini.

PRINSIP KAUSALITAS DAN MIKROFISIKA
       Berdasarkan  kesimpulan-kesimpulan di  atas berkenaan  dengan  prinsip kausalitas,  kita dapat mematahkan serangan-serangan  kuat yang dilancarkan  dalam  mikrofisika terhadap hukum keniscayaan,  dan gilirannya juga terhadap  prinsip kausalitas  itu sendiri.  Di dalam fisika atomik, terdapat  kecenderungan  yang  menyatakan bahwa regularitas niscaya yang ditekankan  kausalitas dan hukum-hukumnya tidak berlaku dalam tingkat mikrofisika.  Kiranya benar bahwa sebab-sebab itu sendiri  melahirkan akibat-akibat itu sendiri  pada tingkat fisika  skolastik  atau fisika kasat mata. Selanjutnya, pengaruh sebab-sebab  yang mempengaruhi  kondisi-kondisi  tertentu  yang  sama  niscaya  haruslah mernandu ke hasil-hasil yang sama,  sehingga  kita dapat meyakini watak dan keniscayaan hasil-hasil itu karena mempelajari sebab-sebab  dan  kondisi-kondisi alami itu. Namun, segala sesuatu nampak tidak seperti  itu, kalau kita berusaha menerapkan prinsip kausalitas  pada alam atom.
            Selanjutnya hal yang sangat penting dalam karyanya falsafatuna Shadr memaparkan empat teori penting yang berhubungan dengan prinsip kausalitas untuk menepis pemahaman kaum empiris dan matrealis yang menafikan adanya sebab utama dari sebab-sebab yang ada didunia ini yaitu Allah. Teori ini diawali shadr dengan mempertanyakan: Mengapa segala sesuatu butuh sebab-sebab?
Teori pertama: Teori Wujud (eksistensi)
Teori ini menyatakan bahwa agar wujud itu maujud ia membutuhkan sebab. Kebutuhan itu adalah esensial bagi wujud. Karena itu tidaklah mungkin kita mengkonsepsikan wujud yang bebas dari kebutuhan tersebut, karena kebutuhan tersebut adalah misteri yang tersembunyi didalam kemaujudan terdalam wujud. Akibatnya adalah bahwa setiap wujud adalah bersebab.

Teori kedua: Teori  penciptaan
Yaitu teori yang menganggap bahwa butuhnya segala sesuatu akan sebabnya itu bersandarkan pada penciptaan hal-hal itu. ledakan, gerakan dan panas misalnya menuntut adanya sebab semua itu adalah hal-hal yang terjadi (ada) sesudah tidak ada. Jadi pemaujudannya yang membutuhkan sebab dan yang merupakan pendorong utama yang membuat kita melontarkan pertanyaan: “mengapa ia ada”? berkenaan dengan setiap realitas yang ada bersama kita di dalam alam semesta ini. berdasarkan teori tersebut prinsip kausalitas menjadi terbatas pada peristiwa-peristiwa tertentu, jika sesuatu itu maujud secara terus menerus dan permanen dan tidak mengada sesudah tidak ada, maka padanya tidak akan terdapat kebutuhan akan sebab dan tidak akan masuk kedalam alam khas kausalitas.
Teori ini berlebihan dalam membatasi kaualitas dan ia tidak memiliki pembenaran dari segala filsafat. Karena pengadaan hangat itu membutuhkan sebab, maka memperpanjang hangat itu (terus-menerus) tidak cukup untuk membebaskannya dari kebutuhan ini. karena pemanjangannya akan menjadikan kita mempertanyakan lagi sebabnya, sejauh manapun proses perpanjangan itu.

Teori ketiga: Teori Kemungkinan Esensial dan Kemungkinan Eksistensial
Dua teori ini menyatakan bahwa yang membuat sesuatu membutuhkan sebab adalah kemungkinan. Namun masing-masing teori itu memiliki pahamnya sendiri-sendiri tentang kemungkinan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan antara keduanya itu adalah manifestasi perbedaan filisofis yang sangat dalam sekitar esensi dan wujud. Dalam teori ketiga ini Sadr mengutip pendapat filosof Islam Sadruddin Asy-Syirazi yang menyatakan, tidak ada keraguan bahwa kausalitas adalah hubungan antara dua wujud yaitu sebab dan akibat. Dia adalah semacam hubungan antara dua hal. Hubungan itu memiliki beberapa macam dan corak. Hal ini dicontohkan: pelukis berhubungan dengan kanvas yang ia melukis diatasnya. Penulis berhubungan dengan pena yang ia menulis dengannya. Pembaca berhubungan dengan buku yang dibacanya.

Teori keempat: Fluktuasi Antara Prinsip Kontradiksi dan Kausalitas
Dengan teori ini Shadr bermaksud menjelasnya bahwa setiap fenomena di alam semesta bisa dijelaskan tanpa melibatkan sebab-sebab yang lebih tinggi, misalnya intervensi Tuhan. Kehidupan dan sejarah, seperti dikatakan Shadr tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari ketidak pastian antara kontradiksi-kontradiksi dialektika. Sebagai dialektika ia menekankan bahwa pertumbuhan dan perkembangan timbul dari kontradiksi-kontradiksi dalam (internal). Sebagai contoh, adanya kontradiksi-kontradiksi internal di dalam maujud terdalam fenomena sosial adalah cukup untuk perkembangan fenomena itu dalam gerak yang dinamik.

Analisis dan Komentar
Beberapa aspek dari pemikiran Shadr tentang kausalitas yang menarik disimak antara lain kontribusinya dalam memberi warna pada pembaharuan pemikiran Islam kontemporer. Tidak mengikuti para filosof Islam klasik, penjelasan Shadr tentang kausalitas tidak hanyut dalam ranah teologik dan metafisik, tetapi lebih dekat pada realitas sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Ia mengkritik pendirian empirisme dan materialisme dalam prinsip kausalitas dengan mengatakan bahwa inderawi saja tidak cukup untuk mengungkapkan adanya realitas objektif.
Dalam hal pembaharuan pemikiran Islam, menurut saya Shadr mengemukakan kritiknya dengan mengatakan, yang salah satunya, bahwa dalam fenomena-fenomena di alam semesta intervensi Tuhan tidak berlaku secara mutlak. Hal itu karena secara kausalitas dapat dijelaskan perkembangan dan pertumbuhan timbul dari adanya kontradiksi-kontradiksi dialektis dalam proses alamiah. Semua itu, dimaksudkan bukan hanya dalam rangka merespon perkembangan pemikiran manusia dalam sains tetapi berperan memberikan kiritik-kritik terhadap jalannya sains yang cenderung lari dari kenyataan metafisik.

* Mahasiswa Pascasarjana UPI Prodi Pendidikan Kewarganegaraan
Daftar Pustaka

Ash-Shadr, M.B. 1995. Falsafatuna, Bandung : Mizan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar