Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

MEMBANGKITKAN KEMBALI KARSA UMAT

Oleh Juanda*


PENDAHULUAN
Islam telah mencapai masa kegemilangan yang luar biasa pada tujuh abad pertama, yang kemudian setelah itu terjadi stagnasi. Banyak orang berpendapat bahwa stagnasi ini adalah akibat penguasaan ilmu (quest of knowledge) muslim yang sangat lemah, namun stagnasi ini lebih banyak disebabkan oleh kebanggaan akan kejayaan masa lampau.
Keadaan ini membuat muslim menjadi terlena dalam bayang-bayang kejayaan masa lampau sehingga kemampuan untuk memanfaatkan setiap kesempatan menjadi berkurang. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya lemah karsa. Pada saat karsa muslim melemah seperti inilah, pada saat terjadinya stagnasi kejayaan Islam karena penggalian filsafat ilmu kurang lagi diminati, muncullah kekuatan Barat dengan azas sekularismenya dan berhasil menggeser atau bahkan menenggelamkan kegemilangan Islam. Dunia Barat berkembang dan terus menerus berkembang hingga kini, sementara Islam semakin tenggelam, semakin buram dan kusam. Tujuh abad suram setelah tujuh abad gemilang merupakan masa-masa yang harus dilalui. Tampaknya hal ini merupakan satu nilai yang harus dibayar mahal oleh setiap muslim bila ingin merebut kembali masa kegemilangannya. Waktu, tenaga, dan biaya merupakan komponen yang harus terlibat. Waktu dapat berarti kesempatan yang tidak mungkin datang begitu saja. Kesempatan adalah sesuatu yang harus dicari dan dikejar, berarti diperlukan adanya usaha untu mendapatkan tenaga. Semua ini hanya mungkin terwujud bila ada perpaduan antara niat (karsa), dzikir, dan tafakur.
THE CRISIS OF MODERN SCIENCE
Tarnas dalam bukunya The Passion of the Western Mind ada membahas tentang The Crisis Of Modern Science. Hal menarik inilah yang akan dikupas oleh penulis buku Roda Berputar Bumi Bergulir. Karena isi daripadanya sangat menentukan bagaimana kiranya kelanjutan dari sains modern itu.
Pada bab itu memperinci kesalahan-kesalahan ilmu barat yang sedikitnya ada 6 hal: 1). Postulat dasar ilmu Barat ialah space, matter, causalitas, dan observation ternyata semuanya terbukti tak benar. 2). Dianutnya pendapat Kant bahwa yang orang katakan jagat raya, bukan jagat raya yang sebenarnya, tapi jagat raya sebagaimana diciptakan oleh pikiran manusia. 3). Deterministik Newton kehilangan dasar, maka orang mulai dengan “stochastic”.  4). Partikel sub atomik terbuka untuk interpretasi spiritual. 5). Prinsip “uncertainty” sebagaimana ditemukan oleh Heisenberg, dan 6). Kerusakan ekologi (dan atmosfir) yang menyeluruh yang disebutnya planetary ecological crisis.
Dan berlandaskan pandangan ini, Tannas memberi vonis: Landasan (ilmiah) dengan perspektif yang terbatas ,” could be a dangerous thing”. Maka kita akan bertanya bagaimana kelanjutan sains modern itu jika postulat-postulat dasarnya dibuktikan tak benar dan itu merupakan hal yang berbahaya.
Pada dasarnya Ilmu Barat/sains tetap memiliki sifat-sifat baiknya seperti dapat diuji, diperbaiki terus menerus secara akurat, dan efeknya dalam perkembangan teknologi, produksi, kedokteran, pertanian dll. Namun cukup bertolak belakang yakni banyak sains dari akibat prakteknya berdampak negative sehingga pikiran modern terpaksa harus mereevaluasi sains tersebut.
Runtuhnya Kepercayaan Kepada Sains Modern
Dari empat kesalahan pada postulat diatas, masalah observasi adalah yang utama karena observasi adalah landasan bagi timbulnya pengetahuan atau disebut pandangan empirikal Aristoteles. Maka jika observasi tidak absah maka pengetahuan yang diperolehnya pun tidak absah. Ada skeptisisme dalam observasi. Tak ada kepastian bahwa phenomena yang sudah disaring itu melalui observasi memberikan hasil yang dapat dipercaya. Realitas atau kebenaran ilmiah sekarang menjadi keraguan. Kebenaran ilmiah semakin bersifat temporer yang menjadi masalah adalah banyak kegunaan ilmu yang bersifat praktis merusak. Namun masalah terpelik dari ilmu ialah ilmu sekarang sudah kehilangan kepastian. Postulat dasarnya terbukti keliru. Kuhn mengemukakan bahwa akumulasi dari data-data yang bertentangan akhirnya menimbulkan krisis paradigma dan setelah itu timbullah suatu sintesis yang imajinatif.
Dampak-Dampak Sains Barat
Dampak buruk sains barat tampak dimana-mana, pada alam, pada masyarakat manusia, dan pada manusia itu sendiri. Selanjutnya dampak-dampak sosial pun tidak kalah hebatnya. Menurut Tarnas sains telah menimbulkan problema bagi manusia. Dampak-dampak buruk itu sangat mengkhawatirkan untuk kehidupan manusia di dunia lebih lanjut. Konsep ilmiah murni kini dikritik seperti sama sekali bersifat ilusi (angan-angan). Sains sudah kehilangan kemampuan kognitifnya. Validitas daripada reason tidak lagi dapat ditunjang oleh data-data empirikal. Crisis sebagaimana digunakan oleh Tarnas, adalah sesuatu keadaan yang sedang  menuju ke kehancuran. Sains modern seperti diuraikan dimuka, sudah kehilangan kepastian, maka tak dapat diharapkan sebagai tumpuan dasar keilmuan.
TEORI ADAB KARSA
Landasan masyarakat islam, sebagaimana diempiriskan oleh Nabi Muhammad s.a.w., adalah “persaudaraan” (Q.49:10) dan “kekuatan” (Q.55:33). Masyarakat indonesia mengalami pengikisan dari kedua landasan itu. Upaya kearah ini dengan menjalinkan Persaudaraan dan Kekuatan sehingga kita tahu betul bagaimana kaitan antara keduanya. Maka kita akan mengerti betul beda Islam dan Barat, dengan mengkomparasikan Islam dan Barat, dengan item-item yang sama atau bersamaan. Upaya ini disebut Teori Adab Karsa. Adab mencerminkan peribadatan dan ketundukan kepada Allah S.W.T (yang sejalan dengan Persaudaraan), sedangkan Karsa adalah kekuatan itu.
Dalam upaya mempertautkan Persaudaraan dan Kekuatan ini, maka baik Persaudaraan maupun Kekuatan dilihat dalam bentuk dua kutubnya. Persaudaraan yang kita sebut ADAB TINGGI, adapun kutub yang satunya lagi disebut ADAB RENDAH, sedangkan kekuatan disebut Karsa, dilihat dengan dua kutubnya KARSA KUAT (Qadariah), dan KARSA LEMAH. Maka kita memperoleh 4 kotak : 1). ADAB TINGGI-KARSA KUAT, 2). ADAB RENDAH-KARSA KUAT, 3). ADAB TINGGI-KARSA LEMAH, 4). ADAB RENDAH-KARSA LEMAH.
Kotak A adalah kotaknya Nabi Muhammad s.a.w yang mendirikan negara Madinah sebagai ‘Model’ modernisasi yang diridhoi Allah. Kotak B adalah kotaknya negara/masyarakat Barat Sekuler. Kotak C adalah kotaknya Negara-negara Berkembang tipe “tertib”, namun yang menghadapi masalah pertumbuhan. Kotak D adalah negara-negara berkembang tipe “chaos” tumbuh tetapi mementingkan pembagian pangsa dari pertumbuhan, bukan pertumbuhan itu sendiri. Negara Indonesia dikhawatirkan masuk di kotak D.
Kotak pertama A, kotaknya Nabi Muhammad s.a.w, memiliki keduannya, “Persaudaraan” dan “Kekuatan”. Masyarakat bentukan Nabi Muhammad s.a.w. ini merupakan “model” bagi masyarakat-masyarakat Muslim sekarang, kemana mereka akan melangkah. Kotak kedua B, ialah kotaknya masyarakat Barat, kedalam kotak ini telah sampai masyarakat-masyarakat Macan Asia. Masyarakat ini dari dua tumpuan hanya memiliki satu, ialah “Kekuatan”. Karena itu jiwa orang dari masyarakat ini adalah “insecurity feeling”, masyarakat pelampaiasan nafsu. Yang akhirnya mencelakakan mereka sendiri. Namun dengan kekuatannya, struktur kognisinya menjadi cerdas, dan dapat meraih kemajuan ilmiah yang “spektakuler”. Demikianlah “Kekuatan” tanpa “Persaudaraan”, dan akhirnya mereka sampai pada keadaan “Crisis of Modern Science” dan “Resah, Renggut, Rusak”. Tak patut untuk diteladani oleh masyarakat Muslim. Kotak keempat D, keadaannya lebih buruk dari kotak kedua. Kotak ini tidak memiliki sama sekali dari “Persaudaraan” dan “Kekuatan”. Karena itu sebutan yang pantas untuk masyarakat ini adalah “Freedom in Chaos”, atau kebebasan yang bersifat kesembrawutan. Hukum dominan yang berlaku pada masyarakat itu adalah “Hukum Rimba” yang kuat makan si lemah, dan “menghalalkan segala cara”.
Dengan kemajuan ini, kita harus melaksanakan pembangunan. Pembangunan tak lain adalah memperkuat diri. Bagi kita terbuka dua alternatif: dengan Persaudaraan (ADAB TINGGI) atau tanpa Persaudaraan (ADAB RENDAH). Pembangunan di negara Indonesia harus disertai penerapan nilai-nilai Pancasila, Keagamaan dan nilai-nilai Spiritual sebagai yang berkedudukan sentral. Dalam masalah ini hanya bisa dengan satu jalan saja, ialah memberikan posisi sentral kepada agama dan moralitas dalam pembangunan. Tegasnya kita harus memberikan kedudukan moral dalam membangun.   
Kegunaan Lain Dari Analisis Teori Adab-Karsa.
Teori Adab Karsa, yang didukung dengan bukti-bukti empirikal, menunjukkan kepada kita bahwa Adab dan Karsa itu sifatnya substitututable, bukan necessary. Kita lebih baik memandang hubungan kausal antara rasionalitas dan Karsa. Rasionalitas itu sendiri merupakan sifat manusia, semua manusia, namun Karsalah yang menunjukkan sampai apa yang dapat dicapai oleh rasionalitas itu. Namun yang perlu dirubah dalam diri para Muslim adalah Karsa yang lemah, agar menjadi kuat. Hal ini akan dicapai bila kita menggeser faham Jabariah manjadi Qadariah. Demikianlah, perubahan Struktur Kognitif benar merupakan prasyarat untuk timbulnya Karsa yang kuat, tapi merubah Struktur Kognitif itu saja tidak cukup untuk menimbulkan Karsa yang kuat. Berupaya menimbulkan Karsa yang kuat merupakan hal tersendiri yang perlu disadari dalam pelaksanaan Pembangunan.  
EKONOMI KEMERATAAN
Yang saya maksudkan dengan ekonomi kemerataan adalah melaksanakan suatu sistem ekonomi sebagaimana yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah S.W.T atau yang disebut ekonomi islam. Namun yang saya maksud dengan ekonomi kemerataan ini adalah ekonomi islam yang dikaji dari metode yang lain. Karena itu tidak kelirulah jika kita menyebutnya Teori Ekonomi Kemerataan. Maka untuk mengerti ekonomi kemerataan kita akan bandingkan dengan ekonomi liberalistik/kapitalistik yang kini merajai dunia.
Ekonomi Liberalistik/Kapitalistik
Secara sejarah bahwa sistem ekonomi liberalistik/kapitalistik, ialah memproduksi untuk tujuan pasar, telah ada dieropa sejak abad ke 4 M. Di Flanders (Belgia) dan Florence (Italia), telah berdiri pabrik tekstil cukup besar yang dimiliki perorangan  dengan produksi untuk memenuhi pasar. Namun pabrik itu di bakar oleh rakyat. Dengan timbulnya Renaissance (abad 15, sistem ekonomi liberalis/kapitalis yang timbul berupa ekonomi elit yg tidak terlalu cepat tumbuhnya. Oleh lecutan John Calvin yang berupa paham” Predestinasi Calvinis” bangkitlah para pedagang kecil yang bersifat puritan yang menguasai dunia. Seperti dikatakan Weber dan Tawney, lecutan ini merupakan pemujaan rahasia terhadap materialisme. Orang-orang Eropa mulai meninggalkan ajaran Kristiani yang berupa dikhotomi antara Tuhan dan Harta. Maka di Eropa kebangkitan ini telah membentuk lecutan yang bersifat sekuler. Perkembangan selanjutnya abad-18 bagi Eropa merupakan abad pencerahan. Arti dari pencerahan adalah keyakinan pada kemampuan otak manusia yang tidak terbatas yang menggantungkan dirinya untuk kemajuannya dan yang tidak boleh terkungkung oleh gerejani maupun kenegaraan. Inilah filsafat Freedom atau liberal yang merupakan nilai pokok orang-orang Eropa, yang kini merajai Eropa.
Adapun dibidang ekonomi, Adam Smith yang berpegang kepada filsafat liberalistik atau freedom ini merumuskan bahwa daya dorong yang dipunyai manusia untuk kemajuannya adalah “self-interest”. Kemudian Eropa memasuki abad-19 atau Revolusi Industri. Pada pertengahan abad itu timbullah faham positivisme, ialah bentuk sekuler-rasional yang mencapai puncaknya. Dalam berekonomi manusia itu hanya rasional, dan tidak ada hal-hal yang menyangkut moral.
Jatidiri masyarakat barat oleh Eric Fromm dalam buku-bukunya menunjukkan dan menganalisis jatidiri masyarakat barat yang berenang di atas freedom itu. Masyarakat barat menemukan freedom sebagai nilai utama mereka. Berlandaskan ini ternyata masyarakat Barat menjadi tercerabut dari dasar-dasar kemanusiaannya. Ini menimbulkan kecemasan. Maka perasaan merekapun tak menentu. Kesimpulannya yang sangat penting dari uraian Eric Fromm adalah bahwa manusia membutuhkan Freedom dan Submissiveness. Orang Barat hanya punya Freedom. Hasil-hasil yang dicapai dengan merajalelanya nilai-nilai Barat keseluruh dunia ada positif tetapi banyak juga negatifnya. Positif antara lain karsa yang kuat, kemandirian dll. Segi negatifnya banyak juga sebagaimana yang dirangkum oleh Tarnas bahwa ilmu Barat sekuler pada abad 20 ini telah bermuara pada krisis global.
Ekonomi Kemerataan
Ilmu Tauhidullah menghasilkan Ekonomi Kemerataan. Nabi Muhammad s.a.w melaksanakan Ekonomi Kemerataan itu dinegara Madinah yg landasannya: Mandiri tdk blh nebeng, achievement oriented, persaudaraan/harmoni/ dan kekuatan, transfer of wealth dari sikaya kepada si miskin. Hasil dari ini adalah “pertumbuhan cepat” dalam 1 tahun di Madinah mengalahkan ekspor-impor di Mekkah.
Ekonomi Kemerataan daya dorongnya adalah ibadah kepada Allah S.W.T dan menyerahkan self interest kepada kehendak Allah yang muaranya menumbuhkan competition for achievement bukan competition for gain. Atau fastabiqu al khairat. Ia menimbulkan suatu sistem ekonomi yang bersifat merata. Perintah ini dalam terminologi yang berlaku sekarang disebut ketimpangan ringan, dengan rasio 0,1 - 0,3 yang harus kita capai saat ini. Untuk mencapai hal ini ada suatu mekanisme yang menurut hemat saya adalah dengan perpaduan antara perintah melakukan ZIS dan larangan untuk memungut riba.
Tentu saja, sistem Ekonomi Kemerataan sebagaimana disajikan disini baru mencapai taraf gagasan, dan belum operasional. Namun bila masyarakat kita mampu melaksanakan ZIS dan menghilangkan riba niscaya dasar-dasar yang diperlukan sudah diterapkan. Selanjutnya, apa kiranya keuntungan yang dapat diperoleh oleh negara dan bangsa dengan dilaksanakannya sitem Ekonomi Kemerataan ini? Kita harapkan akan timbulnya “pertumbuhan cepat” dan lenyapnya pengangguran.      

ANALISIS dan KOMENTAR
Kemajuan ilmu Barat yang memanfaatkan keterpurukan Islam akibat melemahnya karsa, menurut Saya buku ini menyorot banyak hal negatif akibat sekularisme ilmu Barat. Disimpulkan bahwa ilmu Barat yang sekular tidak mampu memecahkan maasalah-masalah fundamental. Mungkin benar bahwa ilmu Barat sekular tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang mendasar dalam kaitan dengan ilmu dan kehidupan, tetapi hal itu tidak selalu akan berarti bahwa semua temuan dan kajiannya selalu salah. Di sisi salah pasti ada bagian yang benar, demikian juga di sisi benar pasti akan ditemukan bagian yang salah. Semua berpulang kepada bagaimana dan dari mana kita memandangnya, artinya kebenaran menjadi relatif karena ukurannya adalah kebenaran manusia. Pada prinsipnya semua ilmu adalah benar karena semua berasal dari Allah SWT, sehingga bila ada yang salah , maka kesalahan ada pada manusia sebagai pengguna ilmu. Manusia diberi kebebasan untuk memilih, menggunakan ilmu untuk kebaikan atau untuk keburukan. Itulah makna dari keadilan Allah SWT. Untuk memilih satu dari dua jalan tersebut itulah diperlukan karsa yang kuat. Lemahnya karsa menyebabkan manusia tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memilih. Manusia stagnan di satu tempat sementara roda tetap berputar dan dunia tetap bergulir. Paradigma Barat adalah modernisasi akal fikiran. Mereka menganggap kuno paradigma Islam karena dalam Islam selain akal fikiran, tersangkut qalbu yang sering jadi penentu. Akibat modernisasi inilah timbul dikotomi benar dan salah dalam analisis keterpurukan Islam.

* Mahasiswa Pascasarjana UPI Prodi Pendidikan Kewarganegaraan

Daftar Pustaka

Soewardi, H. 2004. Roda Berputar Dunia Bergulir : Kognisi Baru Tentang Timbul
            dan Tenggelamnya Siviliasi, Bandung : Bakti Mandiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar