PENDAHULUAN
Islam telah mencapai
masa kegemilangan yang luar biasa pada tujuh abad pertama, yang kemudian
setelah itu terjadi stagnasi. Banyak orang berpendapat bahwa stagnasi ini
adalah akibat penguasaan ilmu (quest of
knowledge) muslim yang sangat lemah, namun stagnasi
ini lebih banyak disebabkan oleh kebanggaan akan kejayaan masa lampau.
Keadaan
ini membuat muslim menjadi terlena dalam bayang-bayang kejayaan masa lampau
sehingga kemampuan untuk memanfaatkan setiap kesempatan menjadi berkurang.
Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya lemah karsa. Pada saat karsa muslim
melemah seperti inilah, pada saat terjadinya stagnasi kejayaan Islam karena
penggalian filsafat ilmu kurang lagi diminati, muncullah kekuatan Barat dengan
azas sekularismenya dan berhasil menggeser atau bahkan menenggelamkan
kegemilangan Islam. Dunia Barat berkembang dan terus menerus berkembang hingga
kini, sementara Islam semakin tenggelam, semakin buram dan kusam. Tujuh abad
suram setelah tujuh abad gemilang merupakan masa-masa yang harus dilalui.
Tampaknya hal ini merupakan satu nilai yang harus dibayar mahal oleh setiap
muslim bila ingin merebut kembali masa kegemilangannya. Waktu, tenaga, dan
biaya merupakan komponen yang harus terlibat. Waktu dapat berarti kesempatan
yang tidak mungkin datang begitu saja. Kesempatan adalah sesuatu yang harus
dicari dan dikejar, berarti diperlukan adanya usaha untu mendapatkan tenaga.
Semua ini hanya mungkin terwujud bila ada perpaduan antara niat (karsa),
dzikir, dan tafakur.
THE CRISIS OF MODERN
SCIENCE
Tarnas dalam bukunya
The Passion of the Western Mind ada membahas tentang The Crisis Of Modern
Science. Hal menarik inilah yang akan dikupas oleh penulis buku Roda Berputar
Bumi Bergulir. Karena isi daripadanya sangat menentukan bagaimana kiranya
kelanjutan dari sains modern itu.
Pada bab itu memperinci
kesalahan-kesalahan ilmu barat yang sedikitnya ada 6 hal: 1). Postulat dasar ilmu
Barat ialah space, matter, causalitas, dan
observation ternyata semuanya
terbukti tak benar. 2). Dianutnya pendapat Kant bahwa yang orang katakan jagat
raya, bukan jagat raya yang sebenarnya, tapi jagat raya sebagaimana diciptakan
oleh pikiran manusia. 3). Deterministik Newton kehilangan
dasar, maka orang mulai dengan “stochastic”. 4). Partikel sub atomik terbuka untuk
interpretasi spiritual. 5). Prinsip “uncertainty”
sebagaimana ditemukan oleh Heisenberg, dan 6). Kerusakan ekologi (dan atmosfir)
yang menyeluruh yang disebutnya planetary
ecological crisis.
Dan berlandaskan
pandangan ini, Tannas memberi vonis: Landasan (ilmiah) dengan perspektif yang
terbatas ,” could be a dangerous thing”. Maka
kita akan bertanya bagaimana kelanjutan sains modern itu jika postulat-postulat
dasarnya dibuktikan tak benar dan itu merupakan hal yang berbahaya.
Pada dasarnya Ilmu
Barat/sains tetap memiliki sifat-sifat baiknya seperti dapat diuji, diperbaiki
terus menerus secara akurat, dan efeknya dalam perkembangan teknologi,
produksi, kedokteran, pertanian dll. Namun cukup bertolak belakang yakni banyak
sains dari akibat prakteknya berdampak negative sehingga pikiran modern
terpaksa harus mereevaluasi sains tersebut.
Runtuhnya
Kepercayaan Kepada Sains Modern
Dari empat kesalahan
pada postulat diatas, masalah observasi adalah yang utama karena observasi
adalah landasan bagi timbulnya pengetahuan atau disebut pandangan empirikal
Aristoteles. Maka jika observasi tidak absah maka pengetahuan yang diperolehnya
pun tidak absah. Ada skeptisisme dalam observasi. Tak ada kepastian bahwa
phenomena yang sudah disaring itu melalui observasi memberikan hasil yang dapat
dipercaya. Realitas atau kebenaran ilmiah sekarang menjadi keraguan. Kebenaran
ilmiah semakin bersifat temporer yang menjadi masalah adalah banyak kegunaan
ilmu yang bersifat praktis merusak. Namun masalah terpelik dari ilmu ialah ilmu
sekarang sudah kehilangan kepastian. Postulat dasarnya terbukti keliru. Kuhn
mengemukakan bahwa akumulasi dari data-data yang bertentangan akhirnya
menimbulkan krisis paradigma dan setelah itu timbullah suatu sintesis yang
imajinatif.
Dampak-Dampak
Sains Barat
Dampak buruk sains
barat tampak dimana-mana, pada alam, pada masyarakat manusia, dan pada manusia
itu sendiri. Selanjutnya dampak-dampak sosial pun tidak kalah hebatnya. Menurut
Tarnas sains telah menimbulkan problema bagi manusia. Dampak-dampak buruk itu
sangat mengkhawatirkan untuk kehidupan manusia di dunia lebih lanjut. Konsep
ilmiah murni kini dikritik seperti sama sekali bersifat ilusi (angan-angan).
Sains sudah kehilangan kemampuan kognitifnya. Validitas daripada reason tidak
lagi dapat ditunjang oleh data-data empirikal. Crisis sebagaimana digunakan oleh Tarnas, adalah sesuatu keadaan
yang sedang menuju ke kehancuran. Sains
modern seperti diuraikan dimuka, sudah kehilangan kepastian, maka tak dapat diharapkan sebagai tumpuan dasar
keilmuan.
TEORI ADAB KARSA
Landasan masyarakat
islam, sebagaimana diempiriskan oleh Nabi Muhammad s.a.w., adalah
“persaudaraan” (Q.49:10) dan “kekuatan” (Q.55:33). Masyarakat indonesia
mengalami pengikisan dari kedua landasan itu. Upaya kearah ini dengan
menjalinkan Persaudaraan dan Kekuatan sehingga kita tahu betul bagaimana kaitan
antara keduanya. Maka kita akan mengerti betul beda Islam dan Barat, dengan
mengkomparasikan Islam dan Barat, dengan item-item yang sama atau bersamaan.
Upaya ini disebut Teori Adab Karsa. Adab mencerminkan peribadatan dan
ketundukan kepada Allah S.W.T (yang sejalan dengan Persaudaraan), sedangkan
Karsa adalah kekuatan itu.
Dalam upaya
mempertautkan Persaudaraan dan Kekuatan ini, maka baik Persaudaraan maupun
Kekuatan dilihat dalam bentuk dua kutubnya. Persaudaraan yang kita sebut ADAB
TINGGI, adapun kutub yang satunya lagi disebut ADAB RENDAH, sedangkan kekuatan
disebut Karsa, dilihat dengan dua kutubnya KARSA KUAT (Qadariah), dan KARSA
LEMAH. Maka kita memperoleh 4 kotak : 1). ADAB TINGGI-KARSA KUAT, 2).
ADAB RENDAH-KARSA KUAT, 3). ADAB TINGGI-KARSA LEMAH, 4).
ADAB RENDAH-KARSA LEMAH.
Kotak A adalah kotaknya
Nabi Muhammad s.a.w yang mendirikan negara Madinah sebagai ‘Model’ modernisasi
yang diridhoi Allah. Kotak B adalah kotaknya negara/masyarakat Barat Sekuler.
Kotak C adalah kotaknya Negara-negara Berkembang tipe “tertib”, namun yang
menghadapi masalah pertumbuhan. Kotak D adalah negara-negara berkembang tipe
“chaos” tumbuh tetapi mementingkan pembagian pangsa dari pertumbuhan, bukan
pertumbuhan itu sendiri. Negara Indonesia dikhawatirkan masuk di kotak D.
Kotak
pertama A, kotaknya Nabi Muhammad s.a.w, memiliki keduannya,
“Persaudaraan” dan “Kekuatan”. Masyarakat
bentukan Nabi Muhammad s.a.w. ini merupakan “model” bagi masyarakat-masyarakat
Muslim sekarang, kemana mereka akan melangkah. Kotak kedua B, ialah kotaknya masyarakat Barat, kedalam kotak ini
telah sampai masyarakat-masyarakat Macan Asia. Masyarakat ini dari dua tumpuan
hanya memiliki satu, ialah “Kekuatan”. Karena itu jiwa orang dari masyarakat
ini adalah “insecurity feeling”, masyarakat pelampaiasan nafsu. Yang akhirnya mencelakakan mereka sendiri.
Namun dengan kekuatannya, struktur kognisinya menjadi cerdas, dan dapat meraih
kemajuan ilmiah yang “spektakuler”. Demikianlah “Kekuatan” tanpa
“Persaudaraan”, dan akhirnya mereka sampai pada keadaan “Crisis of Modern
Science” dan “Resah, Renggut, Rusak”. Tak patut untuk diteladani oleh
masyarakat Muslim. Kotak keempat D, keadaannya
lebih buruk dari kotak kedua. Kotak ini tidak memiliki sama sekali dari
“Persaudaraan” dan “Kekuatan”. Karena itu sebutan yang pantas untuk masyarakat
ini adalah “Freedom in Chaos”, atau kebebasan yang bersifat kesembrawutan.
Hukum dominan yang berlaku pada masyarakat itu adalah “Hukum Rimba” yang kuat
makan si lemah, dan “menghalalkan segala cara”.
Dengan kemajuan ini,
kita harus melaksanakan pembangunan. Pembangunan tak lain adalah memperkuat
diri. Bagi kita terbuka dua alternatif: dengan Persaudaraan (ADAB TINGGI) atau
tanpa Persaudaraan (ADAB RENDAH). Pembangunan di negara Indonesia harus
disertai penerapan nilai-nilai Pancasila, Keagamaan dan nilai-nilai Spiritual
sebagai yang berkedudukan sentral. Dalam masalah ini hanya bisa dengan satu
jalan saja, ialah memberikan posisi sentral kepada agama dan moralitas dalam
pembangunan. Tegasnya kita harus memberikan kedudukan moral dalam membangun.
Kegunaan
Lain Dari Analisis Teori Adab-Karsa.
Teori Adab Karsa, yang
didukung dengan bukti-bukti empirikal, menunjukkan kepada kita bahwa Adab dan
Karsa itu sifatnya substitututable, bukan necessary. Kita lebih baik memandang
hubungan kausal antara rasionalitas dan Karsa. Rasionalitas itu sendiri
merupakan sifat manusia, semua manusia, namun Karsalah yang menunjukkan sampai
apa yang dapat dicapai oleh rasionalitas itu. Namun yang perlu dirubah dalam
diri para Muslim adalah Karsa yang lemah, agar menjadi kuat. Hal ini akan
dicapai bila kita menggeser faham Jabariah manjadi Qadariah. Demikianlah,
perubahan Struktur Kognitif benar merupakan prasyarat untuk timbulnya Karsa
yang kuat, tapi merubah Struktur Kognitif itu saja tidak cukup untuk
menimbulkan Karsa yang kuat. Berupaya menimbulkan Karsa yang kuat merupakan hal
tersendiri yang perlu disadari dalam pelaksanaan Pembangunan.
EKONOMI KEMERATAAN
Yang saya maksudkan
dengan ekonomi kemerataan adalah melaksanakan suatu sistem ekonomi sebagaimana
yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah S.W.T atau yang disebut ekonomi
islam. Namun yang saya maksud dengan ekonomi kemerataan ini adalah ekonomi
islam yang dikaji dari metode yang lain. Karena itu tidak kelirulah jika kita
menyebutnya Teori Ekonomi Kemerataan. Maka
untuk mengerti ekonomi kemerataan kita akan bandingkan dengan ekonomi
liberalistik/kapitalistik yang kini merajai dunia.
Ekonomi
Liberalistik/Kapitalistik
Secara sejarah bahwa
sistem ekonomi liberalistik/kapitalistik, ialah memproduksi untuk tujuan pasar,
telah ada dieropa sejak abad ke 4 M. Di Flanders (Belgia) dan Florence
(Italia), telah berdiri pabrik tekstil cukup besar yang dimiliki perorangan dengan produksi untuk memenuhi pasar. Namun
pabrik itu di bakar oleh rakyat. Dengan timbulnya Renaissance (abad 15, sistem
ekonomi liberalis/kapitalis yang timbul berupa ekonomi elit yg tidak terlalu
cepat tumbuhnya. Oleh lecutan John Calvin yang berupa paham” Predestinasi Calvinis” bangkitlah para pedagang kecil yang
bersifat puritan yang menguasai dunia. Seperti dikatakan Weber dan Tawney,
lecutan ini merupakan pemujaan rahasia terhadap materialisme. Orang-orang Eropa
mulai meninggalkan ajaran Kristiani yang berupa dikhotomi antara Tuhan dan
Harta. Maka di Eropa kebangkitan ini telah membentuk lecutan yang bersifat
sekuler. Perkembangan selanjutnya abad-18 bagi Eropa merupakan abad pencerahan.
Arti dari pencerahan adalah keyakinan pada kemampuan otak manusia yang tidak
terbatas yang menggantungkan dirinya untuk kemajuannya dan yang tidak boleh
terkungkung oleh gerejani maupun kenegaraan. Inilah filsafat Freedom atau liberal yang merupakan
nilai pokok orang-orang Eropa, yang kini merajai Eropa.
Adapun dibidang
ekonomi, Adam Smith yang berpegang kepada filsafat liberalistik atau freedom
ini merumuskan bahwa daya dorong yang dipunyai manusia untuk kemajuannya adalah
“self-interest”. Kemudian Eropa
memasuki abad-19 atau Revolusi Industri. Pada pertengahan abad itu timbullah
faham positivisme, ialah bentuk sekuler-rasional yang mencapai puncaknya. Dalam
berekonomi manusia itu hanya rasional, dan tidak ada hal-hal yang menyangkut
moral.
Jatidiri masyarakat
barat oleh Eric Fromm dalam buku-bukunya menunjukkan dan menganalisis jatidiri
masyarakat barat yang berenang di atas freedom itu. Masyarakat barat menemukan
freedom sebagai nilai utama mereka. Berlandaskan ini ternyata masyarakat Barat
menjadi tercerabut dari dasar-dasar
kemanusiaannya. Ini menimbulkan kecemasan.
Maka perasaan merekapun tak menentu.
Kesimpulannya yang sangat penting dari uraian Eric Fromm adalah bahwa
manusia membutuhkan Freedom dan Submissiveness. Orang Barat hanya punya
Freedom. Hasil-hasil yang dicapai dengan merajalelanya nilai-nilai Barat
keseluruh dunia ada positif tetapi banyak juga negatifnya. Positif antara lain
karsa yang kuat, kemandirian dll. Segi negatifnya banyak juga sebagaimana yang
dirangkum oleh Tarnas bahwa ilmu Barat sekuler pada abad 20 ini telah bermuara
pada krisis global.
Ekonomi
Kemerataan
Ilmu Tauhidullah
menghasilkan Ekonomi Kemerataan. Nabi Muhammad s.a.w melaksanakan Ekonomi
Kemerataan itu dinegara Madinah yg landasannya: Mandiri tdk blh nebeng,
achievement oriented, persaudaraan/harmoni/ dan kekuatan, transfer of wealth
dari sikaya kepada si miskin. Hasil dari ini adalah
“pertumbuhan cepat” dalam
1 tahun di Madinah mengalahkan ekspor-impor di Mekkah.
Ekonomi Kemerataan daya
dorongnya adalah ibadah kepada Allah S.W.T dan menyerahkan self interest kepada
kehendak Allah yang muaranya menumbuhkan
competition for achievement bukan
competition for gain. Atau fastabiqu al khairat. Ia menimbulkan suatu
sistem ekonomi yang bersifat merata. Perintah ini dalam terminologi yang
berlaku sekarang disebut ketimpangan ringan,
dengan rasio 0,1 - 0,3 yang harus kita capai saat ini. Untuk mencapai hal
ini ada suatu mekanisme yang menurut hemat saya adalah dengan perpaduan antara perintah melakukan ZIS dan
larangan untuk memungut riba.
Tentu saja, sistem
Ekonomi Kemerataan sebagaimana disajikan disini baru mencapai taraf gagasan,
dan belum operasional. Namun bila masyarakat kita mampu melaksanakan ZIS dan
menghilangkan riba niscaya dasar-dasar yang diperlukan sudah diterapkan. Selanjutnya,
apa kiranya keuntungan yang dapat diperoleh oleh negara dan bangsa dengan
dilaksanakannya sitem Ekonomi Kemerataan ini? Kita harapkan akan timbulnya
“pertumbuhan cepat” dan lenyapnya pengangguran.
ANALISIS
dan KOMENTAR
Kemajuan ilmu Barat
yang memanfaatkan keterpurukan Islam akibat melemahnya karsa, menurut Saya buku ini menyorot
banyak hal negatif akibat sekularisme ilmu Barat. Disimpulkan bahwa ilmu Barat
yang sekular tidak mampu memecahkan maasalah-masalah fundamental. Mungkin benar
bahwa ilmu Barat sekular tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang mendasar
dalam kaitan dengan ilmu dan kehidupan, tetapi hal itu tidak selalu akan
berarti bahwa semua temuan dan kajiannya selalu salah. Di sisi salah pasti ada
bagian yang benar, demikian juga di sisi benar pasti akan ditemukan bagian yang
salah. Semua berpulang kepada bagaimana dan dari mana kita memandangnya,
artinya kebenaran menjadi relatif karena ukurannya adalah kebenaran manusia.
Pada prinsipnya semua ilmu adalah benar karena semua berasal dari Allah SWT,
sehingga bila ada yang salah , maka kesalahan ada pada manusia sebagai pengguna
ilmu. Manusia diberi kebebasan untuk memilih, menggunakan ilmu untuk kebaikan
atau untuk keburukan. Itulah makna dari keadilan Allah SWT. Untuk memilih satu
dari dua jalan tersebut itulah diperlukan karsa yang kuat. Lemahnya karsa
menyebabkan manusia tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memilih.
Manusia stagnan di satu tempat sementara roda tetap berputar dan dunia tetap
bergulir. Paradigma
Barat adalah modernisasi akal fikiran. Mereka menganggap kuno paradigma Islam karena dalam
Islam selain akal fikiran, tersangkut qalbu yang sering jadi penentu.
Akibat modernisasi inilah timbul dikotomi benar dan salah dalam analisis
keterpurukan Islam.
* Mahasiswa Pascasarjana UPI Prodi Pendidikan Kewarganegaraan
Daftar Pustaka
Soewardi, H. 2004. Roda Berputar Dunia Bergulir : Kognisi Baru Tentang
Timbul
dan Tenggelamnya Siviliasi, Bandung : Bakti Mandiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar